Membudidayakan Udang berbasis IT : Mendobrak Tradisi Lama dengan Teknologi dan Sains

Paundra Rintis Budidaya Udang Berbasis IoT

Di sini, di sekitar Pantai Tawang yang ada di daerah Pacitan, Jawa Timur, udaranya terasa sangat panas dengan matahari yang bersinar terik hingga terasa begitu menyengat.

Namun, panasnya sengatan sinar matahari tak menghalangi seorang pria paruh baya yang tampak sibuk menebar pakan di kolam-kolam pembudidayaan udang vaname– yang oleh masyarakat sekitar lebih sering disebut “tambak udang.”
Diantara debur ombak Samudra Hindia di Pantai Pidakan, dengan sigap pria berpakaian kemeja dan bercelana pendek serta bertopi tersebut berpindah dari satu kolam ke kolam lainnya untuk menebar pakan udang.
Aktivitas yang dilakukan pria paruh baya tersebut merupakan pemandangan sehari-hari di Pantai Pidakan yang menjadi salah satu Kompleks pembudidayaan udang vaname untuk Kecamatan Tulakan yang ada di Kabupaten Pacitan Jawa Timur.
Tak jauh dari sana, tampak seorang pemuda sedang fokus memandang layar laptopnya sembari jari-jemarinya lincah menekan papan keyboard. Sesekali ia tampak menengadahkan wajah untuk memantau kondisi tambak udang yang ada di kejauhan.
Hampir semua penduduk yang ada di pantai ini mengenal pemuda tersebut. Tidak mengherankan, mengingat pemuda tersebut adalah salah satu founder dari sebuah start-up bernama Growpal dan sekaligus perintis budidaya udang berbasis teknologi Internet of Thing (IoT).
Dari kolaborasinya dengan sobatnya yang seorang ahli IT itu lah tercipta sebuah perubahan dalam dunia budidaya udang vaname atau yang juga dikenal sebagai udang windu (Penaeus vannamei), khususnya untuk wilayah Pacitan yang sekaligus merupakan asal pemuda tersebut.
Pemuda tersebut tidak lain adalah Paundra Noorbaskoro, salah satu lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

Awal Mula Paundra Memanfaatkan IoT untuk Membudidayakan Udang

“Kegagalan adalah, apabila kamu menyerah. Jika kamu tidak menyerah, itu hanyalah sebuah kesalahan. Kesalahan adalah pupuk terbaik untuk kesuksesan di masa depan.” Jack Ma.

Setelah lulus kuliah, Paundra sejatinya pernah menjajal bisnis budidaya ikan. Namun pada akhirnya harus kandas karena ia tak mampu memenuhi permintaan dari supplier.

Tak patah semangat. Pada tahun 2018, Paundra mengajak 3 rekannya untuk bekerja sama guna merintis budidaya udang berbasis aplikasi. Tujuannya jelas, mereka ingin membuat terobosan di dunia budidaya udang guna mengurangi biaya operasional sekaligus meningkatkan income.

Tapi lagi-lagi, dalam prosesnya, bisnis ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Usaha yang dikembangkan oleh Paundra bersama teman-temannya mengalami kegagalan yang mengakibatkan kerugian besar.

Meski sudah mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah, namun usaha rintisan budidaya udang dengan berbasis aplikasi tersebut tetap tidak mampu bertahan dan terpaksa harus gulung tikar pada tahun 2020.

Kegagalan tersebut tentu saja membuat Paundra terpuruk dan sempat berpikir untuk menyerah. Namun setelah melalui sejumlah dipertimbangkan, dan setelah ia menganalisa kembali kegagalan usaha sebelumnya, ia mencoba untuk bangkit kembali.

Kali ini, Paundra langsung terjun sendiri menjadi petani tambak udang vaname agar bisa mempelajari seluk-beluk dan setiap tahapan budidaya udang. Mulai dari pemilihan benih atau pembibitan, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pengkondisian air, hingga proses panen, semuanya ia pelajari.
Dari sekian banyak tahapan, peraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 (Astra) ini lebih banyak fokus pada solusi untuk mengendalikan air dan mengendalikan hama penyakit yang sering menyerang udang vaname. Pasalnya, kondisi air dan hama penyakit, khususnya penyakit udang Hepatopankreas atau Early Mortality Syndrome (sindrom udang mati dini) – lah yang menjadi biang keladi kegagalan usahanya di masa lalu.

Riset Penyakit Penyebab Udang Mati

Early Mortality Syndrome atau sindrom udang mati dini adalah biang kegagalan banyak petai tambak udang. Oleh karena itu, Paundra mencoba fokus mencari penyebab dan cara mengatasinya.
Selain dengan mempelajari sejumlah jurnal ilmiah dan mengkaji kembali pelajaran-pelajaran yang pernah ia dapatkan di bangku kuliah, Paundra juga tak segan-segan belajar dari video-video di YouTube.
Setelah banyak belajar, Paundra mulai meneliti apa saja yang menyebabkan penyakit hepatopankreas pada udang dan mencari solusinya. Salah satu opsi yang dipilih sebagai solusi untuk masalah penyakit udang tersebut adalah dengan meracik komposisi pakan yang tepat sebagai treatment.
Melalui berbagai usaha yang tentu saja tak lepas dari kegagalan, Paundra akhirnya menemukan komposisi yang tepat sebagai treatment untuk penyakit yang sering dialami oleh udang vaname.

Riset Air untuk Tambak Udang

Selain mencari tahu penyebab dan cara mengatasi hama penyakit yang sering menjangkiti udang vaname, Paundra Noorbaskoro juga fokus meneliti air pada tambak-tambak yang bermasalah atau yang menyebabkan udang-udang mati.
Proses riset air ia dilakukan dengan mengumpulkan beberapa sampel air dari tambak-tambak udang yang bermasalah. Dari riset tersebut, ia menemukan bahwa air yang ada pada tambak-tambak yang bermasalah ternyata banyak mengandung penyakit seperti feses (udang berwarna) putih atau yang dikenal dengan white feses, penyakit EMS atau early mortality syndrome, dan bahkan ada juga penyakit Myo.
Setelah menemukan penyebab kematian udang, Paundra kemudian mencari solusi agar air lebih sehat bagi udang. Setelah melakukan berbagai uji coba, ia akhirnya bisa menemukan formula yang tepat untuk mengatasi masalah air yang kerap terserang hama penyakit.
Menurut penuturan Paundra, waktu dan biaya yang dihabiskan untuk melakukan riset tidaklah sedikit. Jika di total, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan riset hama penyakit dan air untuk tambak udang kurang lebih 12 bulan. Begitu juga dengan biayanya. Jika dihitung-hitung tak kurang dari 150 juta rupiah digelontorkan oleh Paundra untuk menciptakan treatment penyakit udang dan mendapatkan formula air yang tepat.

Memulai Budidaya Udang Vaname dengan IoT

Setelah yakin dengan solusi hasil penelitiannya, pada tahun 2022 Paundra mencoba peruntungannya kembali untuk membudidayakan udang vaname, tapi kali ini dengan menggunakan bantuan teknologi yang disebut sebagai Internet of Things sering disingkat dengan IoT.
Bekal uang sisa tabungan, Paundra mulai mempersiapkan kolam dan air yang telah dikondisikan sedemikian rupa untuk memaksimalkan pertumbuhan udang sekaligus mencegah datangnya hama penyakit.
Adapun kolam atau tambak udang dibuat dengan kedalaman antara 100 cm s.d 120 cm dan diisi air yang mengandung unsur-unsur seimbang berupa:

  • pH (di atas 7)
  • H2S
  • Tingkat transparansi atau kejernihan air
  • Salinitas
  • DO (Oksigen terlarut)
  • Nitrat, dll

Untuk menyeimbangkan unsur-unsur tersebut, Paundra menggunakan bantuan teknologi IoT. Dengan bantuan teknologi ini, ia bisa secara rutin memantau kondisi air untuk mengetahui kualitasnya.
Setelah tambak siap, barulah benih udang (benur) disebarkan. Jumlahnya pun harus disesuaikan agar rincian pakan yang diberikan sesuai dengan takaran.
Pemberian pakan dalam budidaya udang ini dilakukan sebanyak 7 kali sehari. Dimulai dari pukul 07:00 yang kemudian dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga pukul 19:00.
Setelah berumur sekitar 30 hari atau 33 hari, sampel udang sudah bisa diambil untuk ditimbang. Dari sampel tersebut sistem akan langsung menghasilkan data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui berapa total berat udang yang ada pada satu kolam. Dan, juga bisa membantu memberikan perkiraan berat yang akan didapatkan jika udang sudah siap dipanen.
Pemanenan udang biasanya dilakukan secara bertahap sebanyak 3 kali. Tahap pertama umumnya dilakukan pada saat udang berusia 57 hari. Adapun jumlah udang yang bisa dipanen hanya 20% dari total udang per tambak. Pada umur 57 hari udang biasanya sudah memiliki bobot sekitar 5.5 gr.
Panen kedua akan dilakukan pada saat udang berusia 64 hari. Pada panen periode kedua ini, jumlah udang yang dipanen pun hanya 20%. Barulah pada panen tahap ketiga, udang akan dipanen secara keseluruhan.
Selamat tahun 2022, menurut Paundra setiap kolamnya bisa menghasilkan sekitar 1,7 hingga 2 ton udang dengan keuntungan bersih sekitar 50 juta per bulan.

Paundra Noorbaskoro Diganjar Penghargaan SATU Indonesia Award 2022

Hasil dari pengorbanan, upaya, dan dedikasi Paundra kini telah membuahkan hasil yang gemilang. Saat ini, dia telah berhasil mengelola 20 kolam budidaya udang vaname dengan total luas mencapai 10 ribu meter. Revitalisasi budidaya udang ini bukan hanya sekadar bisnis yang menguntungkan, tetapi juga sebuah kontribusi berharga dalam memanfaatkan teknologi untuk kebaikan lingkungan.
Atas langkahnya mendobrak tradisi lama dalam pengelolaan budidaya udang vaname yang menggabungkan antara teknologi dan sains membuat PT Astra International Tbk tak ragu menempatkan Paundra sebagai salah satu finalis SATU Indonesia Awards 2022 di bidang Teknologi.
Kisah Paundra Noorbaskoro mengingatkan kita bahwa kegagalan hanyalah batu loncatan menuju kesuksesan. Dengan imajinasi yang tak terbatas dan tekad yang kuat, kita dapat menggapai puncak kesuksesan meski dalam bidang yang mungkin pada awalnya tampak sulit. Inovasi dan teknologi adalah kunci menuju masa depan yang lebih cerah, dan Paundra telah membuktikan hal ini dengan gemilang melalui program ‘Pembudidaya Udang Ramah Lingkungan berbasis Teknologi’-nya.

——————————
Sumber foto :
https://jatim.solopos.com/kisah-paundra-rintis-budidaya-udang-berbasis-iot-lebih-cuan-ramah-lingkungan-1512408

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *